Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran

Faktor-faktor yang Mempengaruhi KebugaranKebugaran individu ditentukan oleh:

1. Umur


Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur, namun penurunan ini dapat berkurang, bila seseorang berolahraga teratur sejak dini (Moeloek, 1984). Kebugaran meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25 — 30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8 — 1 % per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya (Buku Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan, 2002).


2. Jenis Kelamin

 

Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormon, kapasitas paru-paru, dan sebagainya. Sampai pubertas biasanya kebugaran anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan, tapi setelah pubertas kebugaran pada laki-laki dan perempuan biasanya semakin berbeda, terutama yang berhubungan dengan daya tahan kardiorespiratori, yaitu kapasitas aerobik pada perempuan lebih rendah 15-25 persen dibandingkan dengan laki-laki (Jensen, 1979 dalam Permaesih 2001). Hal ini dikarenakan perempuan memiliki jaringan lemak yang lebih banyak, adanya perbedaan hormon testosteron dan estrogen, dan kadar hemoglobin yang Iebih rendah. Laki-laki memiliki serat otot yang lebih tebal, besar dan kuat bahkan tanpa latihan beban karena efek hormon testoteron yang mendorong sintesis dan penyusunan aktin & miosin yang menyebabkan massa otot laki-laki secara alamiah lebih besar (www.infofisioterapi.com).

3. Genetik

Level kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada dalam tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang dan sejak lahir. Sifat genetik mempengaruhi perbedaan dalam ledakan kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, kecepatan reaksi, fleksibilitas, dan keseimbangan pada setiap orang. Menurut penelitian yang dilakukan Bouchard, dan 170 orang tua beserta 259 anak-anak kandungnya, kontribusi maksimal dari unsur genetik pada kapasitas paru-paru (VO2max) adalah sebesar 50 persen (Montgomery, 2001).

Selain itu, sifat genetik mempengaruhi fungsi pergerakan anggota tubuh dan kontraksi otot. Hal ini berhubungan dengan perbedaan jenis serabut otot seseorang, dimana serabut otot skeletal memperlihatkan beberapa struktural, histokimiawi, dan sifat karakteristik yang berbeda-beda. Berdasarkan pada perbedaan karakteristik ini, serabut otot dibagi kedalam 2 kategori utama yaitu serabut fast twitch (FT) dan slow twitch (ST). Untuk mencapai puncak ketegangan, serabut FT hanya mengambil waktu sekitar 1/7 dibandingkan dengan waktu yang diperlukan oleh serabut ST. Perbedaan waktu puncak ketegangan tersebut disebabkan oleh adanya konsentrasi myosin ATPase yang tinggi pada serabut FT. Serabut FT juga lebih besar diameternya daripada serabut ST. Karena karakteristiknya, maka serabut FT biasanya lebih cepat lelah daripada serabut ST (www.infofisioterapi.com).

BACA:  Pola Diet Pada Atlit

Serabut FT merupakan kontributor yang penting untuk kesuksesan performa atlit dalam suatu event/pertandingan yang memerlukan kecepatan, kontraksi otot yang sangat kuat dan cepat (power), seperti lari cepat (sprint) dan melompat. Suatu event/pertandingan yang membutuhkan endurance (daya tahan) seperti lari jarak jauh, bersepeda, berenang memerlukan fungsi serabut ST yang lebih tahan lelah secara efektif. Beberapa orang yang secara genetic diberikan persentase serabut FT yang tinggi cenderung berolahraga yang memerlukan strength (kekuatan), dan beberapa orang yang secara genetik diberikan persentase serabut ST yang tinggi akan memilih olahraga endurance (daya tahan) (www.infofisioterapi.com).

Faktor ras juga mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang, khususnya dari segi kebugaran aerobik. Hasil suatu penelitian yang dilakukan pada 35 wanita kulit hitam dan kulit putih menyatakan bahwa kebugaran aerobik pada wanita kulit hitam Iebih rendah dibandingkan dengan kelompok wanita kulit putih (Hunter, 2000).

4. Aktivitas Fisik

Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur akan mempengaruhi atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat mengurangi lemak tubuh (Depkes, 1994).

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan fisik adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebugaran. Latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik, sedangkan olahraga adalah aktivitas fisik yang mempergunakan otot-otot besar yang bersifat baik kompetitif maupun non kompetitif.

Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik ke dalam dua kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda dan bekerja) (Williams, 2002). Menurut Baecke (1982), terdapat tiga aspek yang secara bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu pekerjaan, olahraga dan kegiatan di waktu luang. Banyaknya aktivitas fisik berbeda pada tiap individu tergantung pada gaya hidup perorangan dan faktor lainnya.

BACA:  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komposisi Tubuh

Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi risiko terhadap penyakit seperti cardiovaskuler disease (CVD), stroke, diabetes mellitus dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap penyakit seperti kanker payudara, hipertensi, osteoporosis dan risiko jatuh, kelebihan berat badan, kondisi muskuloskeletal, gangguan mental dan psikologikal dan mengontrol perilaku yang berisiko seperti merokok, alkohol, serta juga dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja (WHO, 2008).

Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, di antaranya yaitu:

1) peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung,

2) penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung,

3) mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung

4) peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik

5) peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh),

6) meningkatkan kemampuan otot, dan

7) mencegah obesitas (Astrand, 1992).

Kebiasaan olahraga didefinisikan sebagai suatu kegiatan fisik menurut cara dan aturan tertentu dengan tujuan meningkatkan efisiensi fungsi tubuh yang hasilnya adalah meningkatkan kesegaran jasmani. Sedangkan kualitas olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya berolahraga setiap kegiatan dalam seminggu. Olahraga dapat meningkatkan kebugaran apabila memenuhi syarat-syarat berikut (Depkes, 1994):

a. Intensitas latihan

Makin besar intensitas latihan, makin besar pula efek latihan tersebut. Intensitas kesegaran jasmani sebaiknya antara 60 — 80% dan kapasitas aerobik yang maksimal. Intensitas latihan yang dianjurkan untuk olahraga kesehatan adalah antara 72% dan 78% dari denyut nadi maksimal.

b. Lamanya latihan

Jika kita menghendaki hasil latihan yang baik, berarti cukup bermanfaat bagi kesegaran jantung dan tidak berbahaya, maka harus berlatih sampai mencapai training zone yaitu selama 15 — 25 menit.

c. Frekuensi latihan

Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya latihan. Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau 3 kali seminggu minimal 30 menit setiap berolahraga.

Pengukuran terhadap aktivitas fisik tergolong kompleks dan tidak mudah. Berbagai pendekatan telah dikembangkan, diantaranya adalah klasifikasi pekerjaan, observasi perilaku, penggunaan alat sensor gerakan, penandaan fisiologis (detak jantung) serta penggunaan kalorimeter. Namun, metode yang paling umum digunakan saat ini adalah self-reported survey (survei dengan pelaporan diri) (Haskell dan Kiernan, 2000). Pelaporan dapat dilakukan dengan kuesioner recall yang dikembangkan oleh Baecke, et.al. (1982). Berdasarkan riset yang dilakukan, terdapat tiga aspek yang secara bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu pekerjaan, olahraga dan kegiatan di waktu luang. Oleh karena itu, kuesioner ini meninjau aktivitas fisik pada tiga aspek tersebut yang mencakup kategori terstruktur dan tidak terstruktur, yaitu aktivitas fisik saat bekerja, berolabraga dan aktivitas fisik pada waktu luang sehingga dapat diperoleh gambaran keseluruhan aktivitas fisik seorang individu (Baecke, et.al, 1982).

BACA:  Minuman Baru Bercampur Lemak Bagi Para Olahragawan

5. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok terutama berpengaruh pada daya tahan kardiovaskuler. Pada asap tembakau terdapat 4% karbonmonoksida (CO). Daya ikat (afinitas) CO pada hemoglobin sebesar 200 — 300 kali lebih kuat dari oksigen. Hal ini berarti CO lebih cepat mengikat hemoglobin daripada oksigen. Padahal, hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, dengan adanya ikatan CO pada hemoglobin maka akan menghambat pengangkutan oksigen kejaringan tubuh yang memerlukan (Astrand, 1992).

6. Status Gizi

Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuler. Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorang haruslah melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup, mendapatkan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya, dan tidur.

Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan dan intake makanan dan penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi (Jelliffe dan Jellife, 1989). Menurut Almatsier (2009) status nutrisi (nutritional status) adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Banyak faktor yang berperan dalam mempengaruhi status gizi seseorang, faktor yang bersifat Iangsung maupun tidak Iangsung. Faktor langsung yang mempengaruhi status gizi seseorang antara lain, pola konsumsi makanan sehari-hari, aktivitas fisik, keadaan kesehatan (Jellife & Jellife 1989). Status gizi merupakan kondisi tubuh hasil dari asupan, absorbsi, dan penggunaan makanan seperti dari faktor-faktor patologis. Penilaian status gizi biasanya meliputi antropometri, asupan diet, dan pengukuran biokimia, sejarah klinis dan fisik, serta data lainnya.