Dalam hal penyakit keracunan makanan, jelas sekali sifat kelompok dari penyakit gizi tersebut. Kedatangan seorang penderita keracunan makanan akan segera disusul oleh penderita-penderita lain yang juga mengkonsumsi makanan yang beracun tersebut, misalnya dalam suatu kenduri.
Hasil pemeriksaan diagnosa fisik dapat ditunjang oleh data pemeriksaan laboratorik, bila terdapat indikasi untuk itu. Adanya gejala-gejala defisiensi sesuatu vitamin tertentu dapat dikukuhkan dengan pemeriksaan kadar vitamin tersangka didalam plasma.
Dapat pula pemeriksaan ditujukan terhadap metabolit tertentu yang berhubungan dengan vitamin atau fungsi vitamin tersebut, didalam plasma atau didalam urine, bahkan didalam tinja.
Kadar zat gizi yang biasa diperiksa didalam darah ialah vitamin A dan karotin, Vitamin C dan Thiamin. Pemeriksaan kondisi gizi thiamin sering juga dilakukan terhadap Co-enzim thiamin pyro Phospate (TPP), melalui system enzim transketolase di dalam sel-sel darah merah.
Pemeriksaan terhadap fungsi thiamin dapat pula ditujukan tak langsung, melalui pemeriksaan kadar asam laktat, didalam plasma darah, yang metabolismenya memerlukan peran serta thiamin.
Kadar protein total dan hemoglobin didalam plasma dapat pula diperiksa untuk menunjang suatu diagnose defisiensi zat gizi tertentu, demikian pula pemeriksaan terhadap gambaran mikroskopik dari sel-sel darah, terutama erythrocyte.
Kadar retinol binding protein (RBP) diperiksa didalam plasma untuk menunjang diagnose defisiensi Vitamin A, sedangkan kadar Transferrin dapat dipakai dalam menunjang diagnose defisiensi zat besi (Fe).
Kadar metabolite yang sering diperiksa didalam urine untuk menunjang kondisi zat gizi di antaranya Vitamin C, thiamin, asam kynurenat, creatine-creatine, Vitamin C. sebaliknya kadar-kadar gizi didalam tinja jarang sekali dipergunakan untuk pemeriksaan sehubungan dengan diagnose defisiensi zat gizi ini.
Telah dikemukakan bahwa anamnesa konsumsi makanan dapat dilakukan untuk menunjang diagnose defisiensi zat gizi di klinik.
Dengan anamnesa konsumsi ini dapat digambarkan susunan hidangan yang dikonsumsi itu secara garis besar memenuhi persyaratan gizi atau tidak.
Dapat disimpulkan tentang kualitas susunan hidangan, apakah memenuhi criteria empat sehat lima sempurna atau tidak. Kemudian dapat pula disimpulkan apakah susunan hidangannya monoton ataukah bervariasi.
Dengan mendapat gambaran garis besar mengenai susunan hidangan itu, kita dapat memperkirakan bahan makanan apa yang kurang dan bagaimana cara menutupi yang kurang tersebut.
Kalau penderita termasuk golongan BALITA, maka ada baiknya dalam memberi penjelasan kepada si Ibu yang mengantar anak tersebut diberikan Kartu Menuju Sehat (KMS) dan penjelasan perbaikan susunan hidangan dijelaskan berdasarkan pemakaian KMS tersebut.