Biotin tersebar luas di dalam bahan makanan nabati maupun hewani, meskipun dalam kwantum yang kecil-kecil, baik sebagai biotin bebas maupun terkonjugasi.
Deteksi dan pengukuran kadar biotin dilakukan secara mikrobiologis, tetapi sebagian besar mikroba hanya beraksi terhadap biotin bebas.
Kesulitan lain ialah bahwa mikroba sering bereaksi terhadap metabolite biotin yang bagi mamalia tidak menunjukkan aktivitas biologis. Biotin merupakan salah satu growth factor bagi mikroorganisme tersebut.
Untuk mengukur biotin total, bahan makanan harus dihydrolysa biotinnya yang terkonjugasi, karena didalam bahan makanan sebagian besar biotin justru terdapat dalam kondisi terkonjugasi.
Hydrolisa dengan HCL 3N pada 120C selama satu jam atau lebih sudah dapat menghydrolisa semua konjugat biotin yang disebut biocytin didalam bahan makanan.
Bahan makanan nabati pada umumnya mengandung lebih banyak biotin dibandingkan dengan bahan makanan hewani. Hati mengandung biotin kadar tinggi, sedangkan kadarnya didalam daging rendah saja.
Dedak beras dan kacang kedele merupakan bahan makanan nabati yang cukup kaya akan biotin. Pengolahan bahan makanan didapur pada umumnya tidak banyak merusak biotin didalam bahan makanan. Dalam merah telur terdapat juga konjugat biotin dengan protein yang memberikan aktifitas bilogis.
Mikroflora usus dapat mensintesa biotin yang tersedia bagi tubuh. Setelah dikonsumsi, biotin sebagian dibebaskan dari konjugasi biocytin dan kedua bentuk ini larut didalam air, sehingga mudah diserap kedalam mukosa usus.
Penyerapan kedua bentuk biotin ini terjadi secara aktif dan memerlukan energy. Terdapat regulasi antara kadar biotin didalam usus dan sintesa biotin oleh mikroflora usus.
Bila kadar biotin didalam medium telah naik, maka sintesa oleh mikroflora menurun. Mekanisme autoregulasi ini belum difahami benar.