Imunisasi, Investasi Kesehatan Anak untuk Masa Depan

Imunisasi, Investasi Kesehatan Anak untuk Masa DepanImunisasi tidak saja menjadi langkah preventif mencegah penularan penyakit, tapi juga investasi kesehatan buah hati di masa depan. Mau bukti?

Siapa pun pasti mengenal imunisasi. Bahkan, mungkin sebagian besar dari kita sudah pernah mendapatkan imunisasi saat kita masih kecil.


Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan tubuh secara aktif terhadap penyakit-penyakit tertentu.


Sayangnya, masih ada kelompok masyarakat yang masih meragukan manfaat pemberian imunisasi kepada anaknya. Padahal, imunisasi tidak hanya menciptakan kekebalan tubuh, tapi juga penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit pada anak maupun orang-orang di sekitarnya.

 

Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) masih merupakan penyebab kematian dan kecacatan anak. Sekira lima persen kematian pada anak balita diakibatkan oleh PD3I. Karena itu, upaya imunisasi sangat penting dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian tersebut.

Terus diintensifkan
Pemberian imunisasi di Indonesia pertama kali dilakukan pada 1956, diawali dengan imunisasi cacar. Sejak itu, cakupan dan jenis imunisasinya terus diperluas. Dewasa ini, ada lima vaksin yang diberikan Program Imunisasi pada bayi dan anak Indonesia untuk mencegah tujuh penyakit menular, yaitu Tuberkulosis, Polio, Difteria, Pertusis, Tetanus, Campak, dan Hepatitis B.

BACA:  Diagnosa dan Terapi Defisiensi Fe

Kegiatan pemberian imunisasi juga semakin merata di seluruh wilayah. Kalau 2008 baru 68,3 persen dari 65.781 desa yang telah mencapai Universal Child Immunization (UCI), setelah akselerasi pada 2010, cakupannya mencapai 75,3 persen dari 75.990 desa.

Salah satu contoh konkrit keberhasilan penting program imunisasi, yaitu bebasnya penyakit cacar. Pada 1974, Indonesia secara resmi dinyatakan negara bebas cacar. Sementara itu, kasus penyakit PD3I lainnya juga makin menurun. Campak misalnya, dari 24.388 kasus pada 2008, turun menjadi 17.139 kasus pada 2010. Tetanus neonatorum dilaporkan sebanyak 198 kasus pada 2008, beberapa tahun terakhir menjadi sekira 137 kasus.

Untuk polio, walaupun sudah tidak ada lagi kasus polio dalam beberapa tahun ini, ancaman dari luar negeri masih tetap ada. Beberapa negara di dunia masih melaporkan adanya virus polio liar. Karena belum seluruh desa mencapai UCI, berarti masih ada kantung-kantung desa yang berpotensi terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

Untuk antisipasi keadaan tersebut, sejak 2009 telah dilakukan kampanye imunisasi tambahan dalam tiga tahap. Tahap pertama dilakukan pada 2009, tahap kedua pada 2010, dan tahap terakhir digelar pada 2011 di 17 provinsi di Indonesia dengan sasaran cakupan minimal 95 persen dari seluruh anak balita.

BACA:  Kenali Bila Balita Anda Sakit Kepala

Tahun ini, Indonesia bersama-sama negara-negara di kawasan Asia Tenggara berkomitmen menjadikan 2012 sebagai Tahun Intensifikasi Imunisasi Rutin atau Intensification of Routine Immunization (IRI).

Menyikapi isu
Imunisasi tentu perlu mendapatkan dukungan penuh dari semua pihak, termasuk masyarakat. Pasalnya, sampai saat ini masih dijumpai sejumlah tantangan dalam pemberian imunisasi, antara lain pemahaman orangtua yang masih kurang di sebagian kalangan masyarakat, mitos yang salah terkait imunisasi, kendala geografis, sampai jadwal imunisasi yang terlambat.

Masyarakat juga perlu lebih cermat dan berhati-hati dalam menyikapi berbagai informasi terkait imunisasi, misalnya menyikapi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang berat.

Sebagai contoh, ketika wabah polio di Jawa Barat terjadi, beberapa anak lumpuh setelah mendapat vaksin polio. Dengan pemeriksaan virus (virologi) terbukti bahwa kelumpuhan tersebut diakibatkan virus polio liar yang sudah menyerang anak tersebut sebelum dia mendapat imunisasi polio.

Demikian pula dengan kasus KIPI berat lainnya. Setelah diperiksa ahli-ahli di bidangnya, terbukti bahwa KIPI tersebut akibat penyakit lain yang sudah ada sebelumnya, bukan akibat imunisasi.

BACA:  Cara Membedakan Antara Beras Asli Dengan Beras Sintetis

Untuk menyikapi kasus KIPI, sebaiknya masyarakat mengacu pada informasi yang diberikan oleh Komite Daerah (Komda) KIPI yang ada di provinsi atau Komite Nasional (Komnas) KIPI di Jakarta. Karena berita atau laporan kecurigaan adanya KIPI selalu dikaji secara ilmiah oleh ahli-ahlinya, seperti pakar-pakar penyakit infeksi, imunisasi, dan imunologi yang ada di komite tersebut.

Sejatinya, masyarakat tidak perlu ragu akan keamanan dan manfaat imunisasi. Saat ini, 194 negara di seluruh dunia yakin bahwa imunisasi aman dan bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat, dan kematian pada bayi dan balita.

Bahkan, negara-negara dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi pun masih terus melaksanakan program imunisasi. Termasuk, negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan cakupan imunisasi lebih dari 85 persen.

Pencegahan penyakit melalui imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah ketimbang terlanjur jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

Jadi, imunisasi bisa dikatakan investasi kesehatan untuk masa depan. Sebaiknya, semua bayi dan balita diimunisasi secara lengkap. Dengan terhindarnya anak dari penyakit infeksi berbahaya, maka mereka memiliki kesempatan beraktivitas, bermain, belajar tanpa terganggu masalah kesehatan.