Suplementasi dan Fortifikasi Vitamin

https://www.gizi.ilmukesehatan.comPada proses pengolahan bahan makanan, beberapa jenis vitamin hilang terbuang atau menjadi rusak, sehingga kadar didalam hasil olahnya menjadi sangat rendah.

Untuk mengembalikan kadar vitamin yang hilang itu ketingkat kadar normal atau paling tidak mendekati kadar normal, vitamin yang terbuang itu dapat ditambahkan kembali kepada hasil olah tersebut. Cara menambahkan kadar vitamin yang terbuang dan berkurang kadarnya kembali ke kadar normal, disebut suplementasi.


Adapula yang disebut fortifikasi, ialah penambahan vitamin kepada bahan makanan sehingga mencapai kadar yang lebih tinggi dari kadar alamiah, atau bahkan menambahkan kepada makanan yang pada keadaan aslinya tidak mengandung vitamin tersebut.


BACA:  Metabolisme Vitamin K

Bahan makanan yang diberi tambahan vitamin tersebut dinamakan bahan pangan pembawa atau bahan pangan pendukung (carrier atau vehicle)

 

Bahan pangan yang dapat dijadikan pembawa itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu, diantaranya:

1. Harus dikonsumsi merata oleh seluruh lapisan dari populasi target dalam kwantum yang rata-rata konstan, tidak banyak berfluktuasi. Hal ini diperlukan agar vitamin yang ditambahkan tersebut dikonsumsi merata sesuai dengan apa yang diinginkan.

2. Kadar vitamin yang ditambahkan tidak menyebabkan perubahan pada bahan makanan pembawa, baik warna, rasa, bau dan kwalitas konsumsi setelah diolah.

3. Vitamin yang ditambahkan kepada bahan makanan pembawa tidak mengalami perubahan, yang menyebabkan pengurangan kekuatan vitamin tersebut. Vitamin tersebut tidak mengalami kerusakan pada cara penyimpanan dan pembungkusan bahan makanan ketika masih dalam jalur perdagangan.

BACA:  Dua Cara Meningkatkan Kualitas Protein

4. Setelah ditambah vitamin, harga bahan makanan pendukung tidak menjadi mahal, sehingga tidak terlalu berbeda dengan bahan makanan tersebut sebelum difortifikasikan.

Sebelum bahan makanan pembawa yang beredar dipasaran tidak semuanya difortifikasi, maka untuk bahan makanan yang difortifikasi tersebut harus diberikan penyuluhan dan penerangan secukupnya, agar masyarakat mengetahui manfaatnya, dan lebih memilih bahan makanan yang fortifikasikan tersebut, terutama bila harga bahan makanan yang difortifikasikan itu berbeda dari yang tidak.

Penambahan vitamin kepada bahan makanan tersebut bila dilakukan oleh pengusaha swasta, harus tidak memberi beban tambahan, apalagi kerugian kepada pengusaha.

BACA:  Gejala Klinis Defisiensi Niacin

Pengusaha swasta dapat melakukan fortifikasi tersebut dengan kemauan sendiri, bila melihat adanya tambahan keuntungan dari upaya tersebut, bila tidak terlihat keuntungan, maka tidak dapat diharapkan pengusaha swasta tersebut akan melakukan fortifikasi ini atas dasar kesadaran sendiri demi kepentingan masyarakat.

Dapat pula fortifikasi itu diharuskan kepada semua pengusaha dengan jalan peraturan, tetapi cara ini akan hanya diharapkan berjalan, bila pengawasan dilakukan cukup untuk waktu terus menerus.

Di Indonesia, kesinambungan pengawasan ini merupakan kelemahan dalam pelaksanaan peraturan-peraturan, baik dalam bidang perdagangan maupun bidang lainnya.