Nutrisi yang tepat bagi penampilan prima seorang atlet pada saat bertanding sangat penting. Selain itu, nutrisi ini dibutuhkan pula pada kerja metabolik tubuh, untuk penyediaan energi tubuh, untuk penyediaan energi tubuh pada saat seorang atlet melakukan berbagai aktivitas fisik, misalnya pada saat latihan (training), bertanding dan saat pemulihan, baik setelah latihan ataupun bertanding. Nutrisi juga dibutuhkan untuk memperbaiki atau mengganti sel tubuh yang rusak. Banyak atlet dan pelatih yang menganggap asupan nutrisi pada atlet sama saja dengan yang bukan atlet. Padahal kenyataannya tidak demikian, asupan nutrisi pada atlet disiapkan berdasarkan pengetahuan tentang dominasi energi yang akan digunakan, peran sumber nutrisi tertentu pada proses penyediaan energi. Dalam hal ini juga termasuk pula dengan pemberian suplemen dan usaha khusus berupa modifikasi yang dilakukan terhadap asupan nutrisi pada waktu tertentu, dalam upaya meningkatkan kinerja atlet.
Untuk mencapai prestasi yang optimal diperlukan daya tahan dan stamina tubuh yang baik. Ketahanan dan stamina tubuh yang optimal dapat ditingkatkan dengan latihan yang tentunya memerlukan energi yang besar. Tetapi bukan hanya dengan latihan yang intens seorang atlet dapat mendapatkan stamina dan ketahanan tubuh yang baik yang berguna untuk menunjang prestasinya. Seorang atlet juga membutuhkan asupan zat gizi makro (karbohidrat, lemak,dan protein) dan juga zat gizi mikro (vitamin, mineral, dan air). Semakin bertambahnya kebutuhan energi atlet dalam arti semakin berat, lamanya, dan seringnya waktu latihan maka semakin banyak pula asupan zat gizi makro dan mikro bagi atlet.
Pengaturan Berat Badan untuk Kebugaran pada Atlit
Penurunan berat badan yang tidak wajar menyebabkan hilangnya jaringan otot yang akan menurunkan penampilan atlet. Oleh karena itu, penting untuk mendidik atlet agar mengerti prinsip penurunan berat badan yang efektif dan wajar. Secara umum, penurunan lemak tubuh lebih dibutuhkan atlet daripada penurunan berat badan. Pada beberapa kasus, terjadi penurunan lemak tubuh pada atlet tetapi berat badan naik seiring peningkatan massa otot.
Berat Badan Ideal dan Lemak Tubuh pada Atlet
Penentuan berat badan ideal pada atlet lebih cocok didasarkan pada komposisi tubuh dan lemak tubuh agar sesuai dengan tujuan atlet. Secara umum, istilah lemak tubuh dan kelebihan lemak tubuh lebih sesuai pada atlet dibandingkan dengan istilah berat badan dan kelebihan berat badan atau kegemukan. Manipulasi berat badan dan komposisi tubuh dapat dilakukan pada atlet untuk memperbaiki penampilannya dengan menurunkan lemak tubuh dan meningkatkan massa otot.
Penggunaan timbangan untuk mengukur berat badan tidak dapat digunakan untuk menentukan kelebihan lemak tubuh, karena berat badan tidak dapat merefleksikan komposisi tubuh dan perubahannya. Akan tetapi, penggunaan timbangan dibutuhkan pada jenis olahraga yang memerlukan pengelompokan berdasarkan berat badan, seperti wrestling, tinju, beladiri, dan dayung. Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dibuat untuk populasi umum juga tidak cocok digunakan pada atlet. Atlet dengan lean body mass yang meningkat dapat mempunyai IMT yang melebihi batas yang dianjurkan, meskipun kadar lemak tubuhnya rendah.
Pengukuran Lemak Tubuh
Ada berbagai teknik untuk menentukan kadar lemak tubuh. Namun, yang paling sederhana dan praktis adalah menggunakan skinfold thickness untuk mengukur jumlah lemak di bawah kulit pada beberapa tempat. Pengukuran skinfold thickness merupakan pengukuran dobel ketebalan lapisan epidermis, bertempat di fascia dan lapisan adiposa subkutan. Terdapat dua asumsi utama dalam menentukan total lemak tubuh dan lapisan kulit:
1. Terdapat hubungan konstan antara total lemak tubuh dengan lemak subkutan di posisi pengukuran tertentu. Pengukuran Sin (1961) menggunakan dua model kompartemen, yaitu komposisi tubuh manusia atas jaringan lemak dan jaringan bebas lemak, kemudian asumsikan bahwa kandungan ketebalan kedua kompartemen adalah konstan tiap individu yaitu 0.9 g/cm³ untuk jarigan lemak dan 1.1 g/cm³ untuk jaringan bebas lemak.
2. Kandungan ketebalan jaringan bebas lemak adalah konstan.
Seluruh pengukuran skinfold thickness harus dilakukan oleh petugas yang sama dan terlatih pada tiap posisi subjek sesuai dengan rujukan panduan antropometri dan WHO. Alat yang digunakan dinamakan caliper, dan subjek yang diukur harus dalam posisi berdiri. Tali ukur, jari, dan jempol dapat digunakan bila caliper tidak mencukupi pengukuran. Empat bagian tubuh yang dapat diukur yaitu (Durnin and Womersley):
1. Triceps. Tanda dibuat di pertengahan lengan bagian atas, garis tengah aspek posterior lengan pada otot triceps, mengukur dengan posisi pundak 90°, tanda digunakan untuk identifikasi skinfold thickness biceps dan triceps. Selama pengukuran, lengan harus dalam posisi bebas dan relaks, posisi telapak menghadap ke dalam kearah paha.
2. Biceps. Mengukur garis tengah dari aspek anterior lengan, bagian otot biceps, poin tengah lengan sejajar dengan triceps.
3. Subscapula. Diambil tepat di bagian bawah dan lateral dari titik bagian bawah scapula. pengambilan pengukuran yaitu sekitar 45°. Subjek berdiri dengan posisi kaki yang relaks. Scapula disentuh jari untuk menemukan bagian bawah tulang dan pengukuran skinfold thickness dapat dilakukan secara natural. Pundak subjek haruslah pada posisi relaks.
4. Suprailiac (waist). Diambil 1 cm di atas anterior superior iliac tulang belakang (di atas tulang pinggul) di pertengahan garis axillary (garis waist). Pengukuran dilakukan horizontal dan subjek bernapas halus dan lembut seperti biasa.
Pada pengambilan pengukuran, kulit diambil dan ditahan sekitar 1 cm di atas posisi yang dipilih dan caliper digunakan di bawah posisi tersebut, kulit yang ditahan tadi dilepaskan dan pengukuran dilakukan sampai mendekati 0.22 mm. Caliper kemudian dilepaskan. Ini dilakukan berulang kali untuk mendapat tiga pengukuran yang sukses, kemudian nilainya dirata-ratakan.