Gizi buruk yang melanda anak-anak yang ada di Indonesia sungguh sangat memperhatikan terutama didaerah yang sangat terpencil dan kurangnya pasokan makanan yang masuk didaerah tersebut dan hal ini kita kembalikan kepada pemerintah setempat dalam menanggulangi gizi buruk yang ada di negara kita Indonesia.
Mengatasi gizi kurang dan gizi buruk lewat pemberian makanan tambahan sebenarnya cukup efektif asalkan belum terlambat terdeteksi. Gizi kurang menjadi sulit diatasi kalau penderitanya sudah mulai diserang berbagai penyakit penyerta. Apa saja?
Hal itu terungkap dalam talk show peluncuran Program Terpadu Intervensi Gizi dan Pemberdayaan Komunitas hasil kerja sama Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Yayasan Carrefour dan PT Nestle.
Menurut drg Khariati, salah satu penyakit penyerta yang mempersulit pemulihan gizi buruk adalah TBC atau TB (tuberkulosis). Tidak cukup hanya dengan pemberian makanan tambahan, penderita gizi buruk yang disertai TBC juga perlu mendapat intervensi dalam bentuk pengobatan.
Pendapat senada juga disampaikan oleh Dr Ray Basrowi, MKK, Head of Medical and Nutrition Nestle saat diwawancarai wartawan di acara yang sama. Menurutnya, TBC merupakan salah satu penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan di Indonesia.
“Yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah penyakit kronis seputar opru, TBC. Lalu pneumonia. Itu semua penyakit yang berhubungan dengan status gizi. TBC itu yang paling sering. Kemudian ada juga beberapa penyakit infeksi pada saluran cerna, misalnya diare,” kata Dr Ray.
Dr Ray menilai tingginya angka gizi kurang dan gizi buruk juga menunjukkan pentingnya untuk emngubah paradigma pengobatan. Jika semula lebih fokus pada pengobatan penyakit penyerta, sekarang harus fokus dulu pada perbaikan status gizi meski tidak berarti meninggalkan pengobatan sama sekali.