Bahan dasar susu formula umumnya adalah susu sapi, meski ada pula yang berbahan dasar kedelai. Tanpa tambahan apa pun sebetulnya bahan-bahan dasar ini sudah memiliki kandungan gizi yang tinggi walaupun tetap dengan keterbatasan. Selain itu, ada beberapa zat gizi dan zat penyehatnya yang rentan pemanasan. Oleh karena itulah, kandungan susu formula perlu disesuaikan agar mendekati kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bayi dan anak. Caranya dengan menambahkan (fortifikasi) kandungan zat gizi dan zat penyehat esensial tertentu yang belum ada, yang rendah ketersediaannya, atau yang hilang selama proses pengolahan. Acuan dalam penyusunan komposisi susu formula, selain angka kecukupan gizi, juga komposisi ASI sebagai makanan bayi dan anak hingga umur dua tahun. Dengan begitu, formulasinya dibuat mendekati komposisi ASI, terutama susu formula untuk bayi dan anak hingga usia dua tahun.
Jika kini kita jumpai susu formula dengan kandungan zat penyehat seperti asam folat, DHA/AA dan sebagainya, itu berkat temuan dalam penelitian bidang nutrisi anak. Zat-zat esensial ini sebetulnya terdapat dalam ASI dengan kadar yang cukup. Oleh para produsen, temuan ini lantas dipakai untuk memperkaya produk susu formulanya dengan menambahkan kandungan zat-zat esensial tersebut. Memang, melalui penelitian yang panjang, beberapa di antaranya telah terbukti memberikan manfaat plus bagi kesehatan bayi dan anak. Yang perlu diketahui, kandungan tambahan seperti DHA sebenarnya hanyalah komponen terkecil dari asam lemak. Tubuh anak pada dasarnya bisa membuat sendiri sejauh ia mengonsumsi asam lemak tak jenuh atau asam linolenat dan asam linoleat sebagai prekursornya.
Nah kalau kita mengonsumsi DHA, pasti kecukupan DHA akan terpenuhi. Yang menjadi pertanyaan, betulkah komponen tersebut lebih efektif bila ditambahkan pada susu formula? Apakah komponen “kecil-kecil” tadi wajib dikonsumsi? Kalau tubuh tak membentuk sendiri kandungan tersebut sampai perlu ditambahkan dari luar, bagaimana dengan mereka yang tidak pernah mengonsumsi susu formula seperti ini? Sampai sejauh ini, memang tak ada keharusan bagi orang tua untuk memberikan susu dengan tambahan zat ekstra tersebut dan juga tak ada larangan karena memang tidak berbahaya. Toh, jika kandungan tersebut tidak digunakan oleh tubuh, maka akan terbuang dengan sendirinya. Apalagi risiko kelebihan ini kecil kemungkinannya terjadi karena kadarnya sudah diperhitungkan. Lain hal kalau kandungan tersebut dikonsumsi dalam bentuk suplemen misalnya, risiko kelebihan bisa saja terjadi.
Yang perlu dimengerti, kandungan tambahan ini hanya akan efektif berfungsi bila bersinergi dengan zat gizi lainnya. Misalnya kandungan AA-DHA akan berfungsi baik bila bersinergi dengan zat besi dalam pembentukan otak. Jadi yang terpenting dari susu tetaplah zat gizi utamanya, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Jika kebutuhan dasar gizi sudah tercukupi, maka zat ekstra ini baru akan terasa manfaatnya. Sebaliknya jika kandungan dasar gizinya saja tak tercukupi, bagaimana tubuh dapat memanfaatkan komponen tambahan tersebut untuk dimetabolisme? Dengan kata lain, susu formula tanpa kandungan tambahan di luar zat gizi utama sudah sangat baik. Tinggal bagaimana orang tua menyikapinya dan menentukan pilihan.