Efek Pemberian Heparin Terhadap Ibu Hamil

 

Satu lagi yang paling banyak memicu keguguran adalah sindrom pembekuan darah (antiphospholipid syndrome). Namun pembekuan darah ini bisa dicegah dengan pemberian heparin (senyawa untuk mengencerkan darah). Fungsi reproduksi manusia sebenarnya tidak terlalu efisien, karena didapatkan dari 6 pasangan suami istri 1 diantaranya mengalami keguguran atau sekitar 15 persen. Sedangkan data secara epidemiologis keguguran yang terjadi berulang yaitu mengalami keguguran 3 kali berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu sebesar 1 persen sampai 2 persen.


Tidak ada pasangan suami istri yang ingin mengalami keguguran, karena akan menimbulkan tekanan mental yang berat bagi pasangan tersebut. Namun selama ini tidak pernah ada berapa angka keguguran yang pasti di Indonesia, padahal keguguran juga suatu masalah yang harus ditangani. “Ada beberapa data penting yang harus dilihat jika terjadi keguguran yaitu berapa usia kehamilannya, apakah sudah pernah di USG, sudah ada struktur janinnya atau belum dan sudah berapa kali keguguran. Ini penting untuk menginvestigasi dalam menentukan apa penyebab dari keguguran tersebut,” ujar Dr. Kanadi Sumapraja, SpOG, MSc dalam acara seminar Meningkatkan Kualitas Hidup Wanita Indonesia, di Laboratorium Prodia, Jakarta.


BACA:  Tips Menghadapi Perubahan Emosi Pada Wanita Hamil

Kanadi menambahkan di Amerika, Inggris dan Eropa ada 3 rekomendasi yang harus diketahui jika terjadi keguguran yaitu melihat apakah ada kelainan kromosom, kelainan anatomi atau ada kelainan darah misalnya terjadi pembekuan darah. Keguguran preembrionik (di bawah usia 6 minggu) dan embrionik (usia 6 minggu sampai 8 minggu) banyak dihubungkan dengan kejadian kelainan kromosom, hormonal, gangguan endometrium dan faktor imunologi. Sedangkan keguguran janin awal (usia 8 minggu sampai 12 minggu) dan janin lanjut (usia 12 minggu sampai 24 minggu) banyak dikaitkan dengan kelainan sindrom antifosfolipid dan trombofilia.

 
BACA:  Pemberian ASI Pada Bayi di Awal Kelahiran

“Diperkirakan 7 persen sampai 25 persen penderita keguguran berulang berhubungan dengan adanya sindrom antifosfolipid dan trombofilia yaitu gangguan pembekuan darah,” ungkap dokter lulusan FK-UI ini. Kanadi mengungkapkan hal ini karena jika darah tersebut gampang membeku maka bisa dengan mudah menutupi pembuluh darah sehingga membuat bayi sulit mendapatkan makanan yang menyebabkan bayi meninggal. Biasanya untuk kondisi seperti ini digunakan heparin yang memiliki efek antikoagulan.

Ternyata pengobatan menggunakan heparin (senyawa pengencer darah) ini selain bisa mencegah terjadinya pembekuan darah juga memiliki efek menghambat pengikatan antibodi antifosfolipid, memicu terjadinya efek anti-radang (antiinflamasi) serta memfasilitasi proses penempelan (implantasi) plasenta di rahim. Sehingga diduga efek dari pemberian heparin terhadap kasus keguguran berulang akibat sindrom antifosfolipid tidak hanya disebabkan oleh efek antikoagulannya saja. “Biasanya heparin ini diberikan setelah pasien terdeteksi positif sindrom antifosfolipid serta selama masa kehamilan. Tapi dosis yang diberikan harus tepat agar tidak terjadi pendarahan pada ibu itu sendiri,” ujar dokter lulusan spesialis obstetri dan ginekologi FK-UI tahun 2002. Dalam pemberian dosis heparin ini biasanya dokter spesialis kandungan juga berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli hematologi atau dokter peyakit dalam, karena heparin ini juga bisa memicu mobilisasi kalsium yaitu diambilnya kalsium yang ada di tulang. Untuk itu pemberian dosis heparin ini harus benar-benar tepat.